Sabtu, 19 Februari 2011

Mengenal Kelenteng Tertua di Jakarta


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketika memasuki area kelenteng, warna merah dan emas mendominasi penglihatan, yang merupakan simbol kemakmuran bagi etnis Tionghoa. Aroma yong tswa atau biasa dikenal dengan hio juga mengharumkan setiap sudut area tersebut.

Di antara lebih dari seratus kelenteng yang ada di Jakarta, terdapat beberapa kelenteng tua yang terkenal. Salah satunya adalah Kelenteng Jin De Yuan yang berada di kawasan Pecinan Lama, Glodok, Jakarta Barat.

Kelenteng Jin De Yuan yang terletak di Jalan Kemenangan III merupakan salah satu kelenteng tertua di Jakarta Kota. Didirikan pada tahun 1650 oleh Letnan Kwee Hoen dan diberi nama Koan-Im Teng.

Awal mulanya kelenteng ini disebut Guan Yin Ting (Kwan Im Teng) atau disebut dengan Paviliun Guan Yin. Tahun 1740 kelenteng ini turut dirusak dalam peristiwa pembantaian terbesar etnis Tionghoa dalam sejarah kolonialisme Belanda di Indonesia.

Peristiwa tersebut terjadi pada 9-12 Oktober 1740 dan menelan korban 10.000 jiwa. Kejadian ini dikenal dengan Tragedi Pembantaian Angke. "Ada meja tua yang memang sudah ada dari awal mulai pembangunan kelenteng ini. Meja tersebut merupakan saksi bisu dari perusakan pada tahun 1740," Kata pengurus Kelenteng Jin De Yuan, Yu Ie (35).

Kelenteng ini dipersembahkan kepada Dewi Koan-Im (Dewi Welas Asih). Kelenteng ini merupakan salah satu dari empat kelenteng besar yang berada di bawah pengelolaan Kong Koan atau Dewan Tionghoa.

Keempat kelenteng tersebut adalah Kelenteng Goenoeng Sari, Kelenteng Toa Peh Kong (Ancol), Kelenteng Jin De Yuan, dan Kelenteng Hian Thian Shang Tee Bio (Palmerah). Konon katanya asal-muasal istilah kelenteng berasal dari Wihara Jin De Yuan ini. Yu ie mengungkapkan bahwa memang ada hubungannya istilah kelenteng dengan Wihara Jin De Yuan.

"Asal-muasal kenapa bisa menjadi kelenteng itu karena banyaknya etnis Tionghoa yang berasal dari suku Hokkian. Suatu saat mereka bertanya lokasi wihara ini dengan bertanya kepada orang asli Betawi kota. Ketika orang Betawi bertanya "Cim, mau ke mana?" Lantas etnis Tionghoa tersebut menjawab "Ke Kuan Im teng". Mereka mendengarkan seperti kata "ke len teng".

Mulai dari sinilah akhirnya masyarakat sekitar mengenalnya sebagai kelenteng. Di ruang tengah kelenteng terdapat banyak patung Buddhis yang berasal dari sebelum tahun 1740. Dalam gedung samping kiri terdapat kamar-kamar para rahib. Nama mereka tertulis pada lempeng batu. Di dalam kamar pertama terpasang altar paling tua dari seluruh isi kelenteng. Kelenteng Jin De Yuan ini juga terdapat sebuah lonceng buatan tahun 1825 di pojok kanan halaman belakang yang merupakan lonceng tertua di Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar